TUGAS II
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI
“perspektif budaya terhadap teknologi determinisme
dan utopia”
Disusun oleh :
Innama Feby Yani
D1E010090
ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
BENGKULU
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah yang berjudul “Perspektif budaya terhadap teknologi determinisme dan utopia”.
Makalah ini adalah merupakan salah satu tugas mata kuliah Perkembangan teknologi komunikasi. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.
Bengkulu, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian determinisme teknologi dalam perkembangan teknologi komunikasi.
2.2 Perkembangan teori Determinisme teknologi dan utopia teknologi terhadap perspektif peradaban manusia.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Karena teknologi demikian menonjol
dan besar pengaruhnya di dunia modern, maka ada kecenderungan menempati posisi
ekstrim, suatu posisi yang menyebabkan kebuntuan intelektual. Akibatnya,
merintangi pemikiran selanjutnya mengenai kerumpilan perubahan. Veblen dan
Ogburn memberikan sumbangan berharga dengan menunjukkan bagaimana cara
perubahan teknologi menimbulkan masalah bagi manusia. Tetapi pendapat yang
telah dikemukakan mengenai persoalan teknologi dan perubahan nampaknya bersifat
sepihak dan mengalahkan diri sendiri : pendapat yang membawa kita kepada
kebuntuan.
Kebuntuan pertama bersumber dari
pandangan mengenai teknologi sebagai faktor yang sangat mempengaruhi perubahan.
Pandangan ini lebih dicerminkan oleh Ogburn ketimbang Veblen, mencoba
menerangkan perubahan semata-mata dilihat dari sudut teknologi sebagai kekuatan
pendorong. Perubahan juga dapat dihasilkan dari faktor polotik, ekonomi, dan
sosial terlepas dari perkembangan teknologi. Di dunia Arab, yang menjadi
landasan khaldun dalam menyusun teorinya ; perubahan itu terjadi tanpa
perkembangan teknologi yang berarti. Karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa
teknologi adalah mekanisme utama perubahan, nampaknya disangkal oleh sejumlah
besar bukti historis.
Kebuntuan kedua adalah pandangan
tentang teknologi sebagai kekuatan yang berpengaruh tak terelakkan terhadap
perubahan. Seperti dinyatakan McLuhan: “setiap teknologi,secara bertahap,
menciptakan lingkungan kehidupan manusia yang sama sekali baru”. Menurut
pandangan ini, teknologi adalah kekuatan yang sangat besar dan tak terbendung
pengaruhnya terhadap perubahan. Dan analisis Whyte tentang sejumlah besar
perubahan yang terjadi dalam organisasi sosial sebuah pabrik gelas bersamaan
dengan perubahan teknologi yang sangat kecil. Sumber perubahannya adalah
gelombang pemasukan generasi pekerja baru yang asal etnisnya berlainan dari
asal etnis kelompok pekerja lama. Dengan kesimpulan, perubahan teknologi
menyebabkan perubahan ekonomi, sosial dan politik yang sangat besar di satu
desa. Tetapi apa yang terjadi di desa lain, menyangkal ide yang menyatakan
kuatnya pengaruh teknologi dalam menciptakan perubahan besar; nyatanya,
kehidupan sosial dan politiknya pada dasarnya tetap seperti keadaan sebelum
terjadinya perubahan teknologi.
Pengaruh menghancurkan yang sama
telah dialami berbagai masyarakat primitif yang telah diperkenalkan dengan
teknologi modern. Teknologi modern mungkin kecil manfaatnya bagi masyarakat
sedang berkembang terutama dilihat dari sudut pandang biaya sosial teknologi
itu. Artinya, bagi masyarakat sedang berkembang, penggunaan mesin tak selalu
lebih baik daripada penggunaan tenaga manusia.
Kebuntuan keempat adalah ide
tentang teknologi sebagai anti kristen. Pandangan ini membawa pandangan ketiga
di atas ke titik ekstrim yang berlawwanan. Teknologi adalah sumber kebobrokkan
manusia, menyebabkan manusia menjadi lalim, menghambakan diri dab memuja
teknologi. Pandangan ini sebagian berasal dari para pemikir seperti Rousseau
dan Thorean dan dari ide materialisme mereka, dan sebagian lagi berasal dari
pemikir sosialis yang mengkritik penyalahgunaan teknologi oleh masyarakat
kapitalis.
Kritik yang lebih keras terhadap
masyarakat yang dikuasai teknologi, berasal dari tulisan sastera anti utopia
seperti karya Orwell tahun 1984. Di tingkat yang lebih relistis pemikir seperti
J.Ellul dan T. Roszak, melancarkan kritik pedas terhadap teknokrat. Ellul
melihat manusia modern kehilangan kontrol terhadap nasibnya karena pengaruh
teknologi yang merajalela. Jadi manusia telah menjadi budak teknologi yang
semula ia kira adalah pembantunya. Manusia telah menciptakansuatu benda aneh
dan ditelan oleh ciptaannya sendiri. Dalam proses ini, pola pikir dan
perilakunya telah menjadi fenomena yang secara total dibentuk oleh teknologi.
Roszak juga melukiskan gambaran
suram peranan teknologi di dunia modern. Ia menyatakan, pemuda Amerika merasa
perjuangan utama dunia modern bukanlah tertuju kepada ketidakadilan yang
semakin nyata seperti kemiskinan dan perang, tetapi harus ditujukan kepada
musuh yang lebih tak kentara dan berbahaya yang disebut teknokrasi. Teknokrasi
adalah bentuk tatanan sosial dimana masyarakat industri telah mencapai puncak
integrasi organisasinya. Biasanya hanyalah manusia ideal yang memahami jika
berbicara mengenai modernisasi, pembaharuan, rasionalisasi dan perencanaan.
Teknologi mendominasi manusia
sejauh manusia membolehkan keputusan-keputusannya ditentukan oleh pertimbangan
teknologi. Dengan kata lain, teknologi selain anti kristen juga adalah sebagai
“juru selamat”. Sejauh manusia mengagung-agungkan teknolgi dan ingin
menghambakan diri kepadanya, maka teknologi akan menjadi realitas yang
menakutkan.
2. Rumusan
Masalah
1.2
Bagaimana implikasi dari perkembangan teknologi dengan adanya perubahan pada
determinisme teknologi?
2.2
Apa saja yang dapat dilakukan terkait penyebaran dan perkembangannya teknologi determinisme
dan utopia teknologi?
3. Tujuan
Untuk
mengetahui pola perkembangan dari teknologi komunikasi secara lebih mendetail
dan juga membahas bagaimana tingkat perkembangannya selama ini. Agar kita dapat
mengetahui seberapa jauh penyebarannya dan perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Teknologi adalah salah satu elemen sosial ekonomi yang
memainkan peranan penting dalam proses modernisasi masyarakat Barat. Ketika
gagasan modernitas mengalir ke masyarakat dunia ketiga, teknologi menjadi
prasyarat fundamental demi terwujudnya sistem sosial ekonomi yang modern di
masyarakat tersebut. Oleh karena itu, berbagai upaya modernisasi masyarakat
dunia ketiga mengikutsertakan program transfer teknologi dalam agenda utama.
Program ini bekerja atas dasar suatu asumsi bahwa teknologi bersifat netral
dan bebas konteks; bahwa teknologi dapat bekerja melintasi batas-batas sosial,
politik, dan kultural sehingga bersifat universal. Jika suatu teknologi dapat
bekerja dengan baik di masyarakat Barat, dia pun akan bekerja dengan baik di
masyarakat mana pun di muka bumi ini.
Selama puluhan tahun, gagasan transfer teknologi diterima tanpa sikap
kritis oleh masyarakat dunia ketiga sebagai suatu keharusan dalam mencapai
modernitas yang diinginkan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa
perkembangan teknologi di dunia ketiga tidak tercapai secara optimal. Implikasi
program transfer teknologi bahkan memperkuat struktur ketergantungan teknologi
dunia ketiga terhadap negara-negara Barat.
Satu karakteristik kuat yang melandasi program transfer teknologi di dunia
ketiga adalah determinisme teknologi yang menjadi titik pandang para pengembang
teknologi dalam melihat relasi antara teknologi dan masyarakat. Determinisme
teknologi berpusat pada kepercayaan bahwa penerapan teknologi Barat di
masyarakat dunia ketiga akan memberi stimulus positif bagi bergeraknya sistem
sosial menuju ke kondisi modernitas. Titik pandang ini melihat hubungan antara
teknologi Barat dan masyarakat dunia ketiga sebagai relasi satu arah;
masyarakat dunia ketiga wajib tunduk dan patuh pada sistem teknologi Barat.
Paradigma determinisme teknologi melandasi program-program pengembangan
teknologi di dunia ketiga, khususnya di Indonesia ketika B.J. Habibie menjabat
sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Dengan dukungan ekonomi politik dari
institusi negara, gagasan transfer teknologi, atau dalam retorika Habibie,
perebutan teknologi, diimplementasikan secara naif; masyarakat dijadikan subjek
pasif dalam proses pengembangan teknologi.
Determinisme teknologi adalah konsep yang bermasalah karena memberikan
perhatian yang begitu serius terhadap pengembangan teknologi tetapi menafikan
faktor-faktor sosial yang bekerja ketika suatu masyarakat berinteraksi dengan
teknologi tersebut. Keraguan terhadap determinisme teknologi telah dilontarkan
oleh beberapa pemikir seperti Merrit Roe Smith, Leo Marx, David Noble, dan
Andrew Feenberg karena konsep ini cenderung memaksakan bekerjanya sistem
teknologi pada masyarakat yang menghasikan dampak sosial, politik, dan kultural
yang sangat serius.
Untuk melihat dengan bijak permasalahan teknologi di dunia ketiga, kita
membutuhkan setidaknya tiga pemahaman
yang mendalam tentang relasi antara teknologi dan masyarakat. Konsep
pertama adalah apa yang disebut oleh sejarawan teknologi Thomas Hughes sebagai
sistem teknologi (technological system). Hughes menjelaskan bahwa
bekerjanya suatu teknologi dengan baik adalah hasil dari interaksi saling
mendukung antara sistem teknikal (technical systems) dan sistem sosial (social
systems). Hughes yang mempelajari proses elektrifikasi di Amerika Serikat pada
akhir abad 19 mengatakan bahwa dalam bekerjanya suatu sistem teknologi, sistem
teknikal dan sistem sosial saling membentuk satu sama lain.
Dengan menggunakan konsep sistem teknologi yang ditawarkan oleh Hughes,
kita dapat melihat gagalnya program transfer teknologi di dunia ketiga sebagai
akibat tidak bertemunya sistem teknologi Barat dengan sistem sosial masyarakat
dunia ketiga. Bagi para penganut determinisme teknologi, sistem sosial
masyarakat dunia ketiga-lah yang mestinya didekonstruksi mengikuti sistem
teknologi Barat. Argumen ini dilandasi suatu asumsi bahwa teknologi yang
dihasilkan oleh negara Barat adalah produk rasionalitas yang sempurna dan sudah
teruji kemampuannya dalam memajukan masyarakat Barat.
Pada kenyataannya, mengubah sistem sosial masyarakat dunia ketiga agar
sesuai dengan sistem teknologi Barat bukanlah pekerjaan mudah karena adanya
inersi yang bekerja dalam sistem sosial. Pemaksaan pengoperasian teknologi
Barat di masyarakat dunia ketiga yang tidak kompatibel dengan sistem sosial
dunia ketiga pada akhirnya menimbulkan berbagai bencana teknologi (technological
disasters). Tragedi Bhopal di India yang menelan ribuan korban adalah salah
satu pelajaran penting bagaimana tidak bertemunya sistem sosial masyarakat
lokal dengan sistem teknikal teknologi Barat menghasilkan kegagalan dalam
pengoperasian teknologi.
Dimensi lain yang patut diperhatikan dalam melihat relasi antara teknologi
Barat dan dunia ketiga adalah penggunaan teknologi untuk mencapai tujuan-tujuan
politik. Langdon Winner, seorang pemikir politik teknologi, menjelaskan bahwa
agenda politik dapat masuk ke dalam konfigurasi teknologi. Contoh klasik yang
ditawarkan oleh Winner adalah Jembatan Long Islands di daerah New York yang di
desain oleh Robert Moses. Menurut Winner, Robert Moses dengan sengaja mendesain
jembatan dengan begitu rendah agar kaum kelas bawah kulit hitam dan hispanik
yang biasanya mengendarai bis kota tidak dapat memasuki daerah tersebut.
Penjelasan Winner tentang muatan politik dalam konfigurasi teknologi membangkitkan
daya kritis kita untuk menyadari bahwa teknologi bukanlah suatu entitas yang
netral. Sebagai karya manusia yang memiliki ideologi dan kepentingan tertentu,
teknologi dapat menjadi media yang efektif bagi praktik hegemoni ideologi dan
kepentingan tersebut. Dengan melihat relasi antara teknologi Barat dan
masyarakat dunia ketiga kita dapat mengatakan bahwa konfigurasi teknologi Barat
yang selama ini diserap oleh dunia ketiga melanggengkan kepentingan-kepentingan
Barat di dunia ketiga.
Pemahaman bahwa teknologi dikonstruksi secara sosial membuka pandangan kita
bahwa teknologi Barat bukanlah satu-satunya bentuk teknologi yang dapat
dibangun oleh peradaban manusia. Teknologi Barat hanyalah salah satu dari
sekian banyak alternatif bentuk sistem teknologi yang dapat dibangun oleh
manusia sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Pengembangan teknologi yang
semata-mata beorientasi pada teknologi Barat justru menyangkal keberagaman
sistem sosial dan kreativitas manusia dalam menghasilkan artefak-artefak teknologis
yang bermanfaat.
Dalam melihat permasalahan teknologi di dunia ketiga, yang perlu dicermati
adalah paradigma transfer teknologi yang menganggap bahwa teknologi dapat
diterapkan dengan begitu saja dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain.
Paradigma demikian ingkar pada fakta bahwa teknologi selalu berada dalam
konteks sosial, politikal, dan kultural. Walaupun demikian, patut dicatat bahwa
mengkritisi penggunaan teknologi Barat dalam masyarakat dunia ketiga bukanlah
berarti menolak sama sekali teknologi Barat dan menjadi antiteknologi.
Pada hakikatnya tidak ada satupun kelompok manusia di muka bumi yang dapat
lepas dari teknologi, apa pun bentuknya. Teknologi adalah karya manusia dalam
menanggulangi keterbatasan-keterbatasan mereka dalam alam. Yang membutuhkan
perhatian serius saat ini adalah persoalan bagaimana masyarakat dunia ketiga
mampu membangun teknologi yang sesuai dengan sistem sosial dan nilai kultural
yang mereka miliki, bukan dengan mengubah sistem sosial dan nilai kultural
mereka.
Di sini konsep translasi teknologi (technology translation) yang
ditawarkan oleh Joan Fujimura menjadi menarik. Konsep ini lahir dari studi
Fujimura terhadap masyarakat Jepang dalam membangun teknologi mereka. Pada
prinsipnya suatu teknologi dibangun atas hasil interpretasi manusia terhadap
suatu kondisi; teknologi disusun atas makna yang menjadi dasar
pengoperasiannya. Oleh karena itu, teknologi dapat dianggap sebagai suatu
bahasa yang ketika berpindah dari satu masyarakat ke masyarakat lain mengalami
penyelarasan sesuai dengan karakter dan logika berpikir yang digunakan dalam
sistem bahasa tersebut.
Menurut Fujimura, keberhasilan pengembangan teknologi di Jepang bukanlah
semata-mata karena kemampuan mereka menguasai pengetahuan teknologi Barat,
melainkan bersumber dari kemampuan mereka untuk mentranslasi makna-makna yang
terkandung dalam sistem teknologi Barat ke dalam sistem sosial dan nilai
kultural masyarakat Jepang. Dengan demikian, pengembangan teknologi tidak lagi
merujuk semata-mata pada sistem materialitasnya, tetapi lebih pada jaringan
sistem sosial dan nilai kultural yang berada di balik semua itu.
Pencetus teori determinisme
teknologi ini adalah Marshall McLuhan pada tahun 1962 melalui tulisannya The
Guttenberg Galaxy : The Making of Typographic Man. Dasar teori ini adalah
perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk
pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk cara berpikir,
berperilaku, dan bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi selanjutnya
di dalam kehidupan manusia. Contohnya dari masyarakat yang belum mengenal huruf
menjadi masyarakat yang canggih dengan perlatan cetak maupun electronik. Inti
determinisme teori yaitu penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi
merupakan faktor yang mengubah kebudayaan manusia. Di mana menurut McLuhan,
budaya kita dibentuk dari bagaimana cara kita berkomunikasi.
Perubahan pada mode komunikasi membentuk suatu budaya
dengan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya
2. perubahan didalam jenis-jenis komunikasi membentuk kehidupan manusia
3. peralatan untuk berkomunikasi mempengaruhi kehidupan kita sendiri
1. penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya
2. perubahan didalam jenis-jenis komunikasi membentuk kehidupan manusia
3. peralatan untuk berkomunikasi mempengaruhi kehidupan kita sendiri
Dengan dilaluinya ketiga tahapan di
atas, maka akhirnya peralatan tersebut membentuk atau mempengaruhi kehidupan
manusia. Selanjutnya akan terjadi beberapa perubahan besar yang terbagi dalam
empat periode/era, yaitu dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini :
Pertama, era kesukuan atau the tribal age. Pada
periode ini, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi.
Mengucapkan secara lisan berupa dongeng, cerita, dan sejenisnya.
Kedua, era tulisan atau the age of literacy. Manusia telah menemukan alfabet atau huruf sehingga tidak lagi mengandalkan lisan, melainkan mengandalkan pada tulisan.
Ketiga, era cetak atau the print age. Masih ada kesinambungan dengan alfabet, namun lebih meluas manfaatnya karena telah ditemukan mesin cetak.
Keempat, era elektronik atau the electronic age. Contoh dari teknologi komunikasi yaitu telephon, radio, telegram, film, televisi, komputer, dan internet sehingga manusia seperti hidup dalam global village.
Teknologi komunikasi yang digunakan dalam media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia atau menurut Em Griffin (2003 : 344) disebut nothing remains untouched by communication technology. Dan dalam perspektif McLuhan, bukan isi yang penting dari suatu media, melainkan media itu sendiri yang lebih penting atau medium is the message.
Kedua, era tulisan atau the age of literacy. Manusia telah menemukan alfabet atau huruf sehingga tidak lagi mengandalkan lisan, melainkan mengandalkan pada tulisan.
Ketiga, era cetak atau the print age. Masih ada kesinambungan dengan alfabet, namun lebih meluas manfaatnya karena telah ditemukan mesin cetak.
Keempat, era elektronik atau the electronic age. Contoh dari teknologi komunikasi yaitu telephon, radio, telegram, film, televisi, komputer, dan internet sehingga manusia seperti hidup dalam global village.
Teknologi komunikasi yang digunakan dalam media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia atau menurut Em Griffin (2003 : 344) disebut nothing remains untouched by communication technology. Dan dalam perspektif McLuhan, bukan isi yang penting dari suatu media, melainkan media itu sendiri yang lebih penting atau medium is the message.
Determinisme teknologi media massa
memunculkan dampak. Media massa mampu membentuk seperti apa manusia. Manusia
mau diarahkan pada kehidupan yang lebih baik media massa punya peran. Namun
demikian, media massa juga punya andil dalam memperburuk keberadaan manusia itu
sendiri.
Solusi agar budaya yang dibentuk di
era elektronik ini tetap positif, maka harus disertai dengan perkembangan
mental dan spiritual. Diharapkan informasi yang diperoleh dapat diolah oleh
pikiran yang jernih sehingga menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang humanis.
Teori ini pada media massa dan
kebudayaan, memiliki dua kelemahan pokok yaitu :
1.
Teori ini
hanya memandang satu aspek tertentu media yaitu bentuk material atau tekonologi
sebagai karakter pokok dan sangat menentukan.
2.
Pandangan
teori ini hanya berdasarkan peristiwa historis dan pengalam yang dialami dunia
barat.
Determinisme teknologi itu sendiri
bukan hal yang baru. Dalam catatan Merritt Roe Smith, paham determinisme
teknologi telah muncul sejak awal revolusi industri. Gagasan ini memikat para
pemikir era Pencerahan dan semakin tumbuh subur di budaya masyarakat Amerika
Utara di mana semangat kemajuan melekat dengan kuat. Determinisme teknologi
berangkat dari satu asumsi bahwa teknologi adalah kekuatan kunci dalam mengatur
masyarakat. Dalam paham ini struktur sosial dianggap sebagai kondisi yang
terbentuk oleh materialitas teknologi. Paham ini begitu dominan dalam
masyarakat kontemporer termasuk dalam wilayah akademik.
Ada
dua pendekatan yang dilakukan untuk menunjukkan kekuatan memaksa teknologi,
pendekatan pertama dilakukan oleh Ogburn dan Nimkoff dalam upaya mereka
menerangkan berbagai perubahan dalam kehidupan keluarga. Perubahan dalam
keluarga, mula-mula diketahui dengan menggunakan sekelompok ahli, dan kemudian
8 perubahan utama dipilih dari daftar yang disajikan oleh kelompok para ahli,
delapan jenis perubahan utama dalam keluarga itu adalah:
1. Penekanan
yang semakin besar terhadap percintaan;
2. Perkawinan
dalam usia yang semakin muda;
3. Anggota
keluarga yang semakin kecil;
4. Jumlah
istri yang bekerja semakin besar;
5. Kekuasaan
orangtua yang semakin berkurang;
6. Pemberian
perhatian terhadap anak semakin besar;
7. Angka
perceraian yang semakin besar; dan
8. Fungsi
keluarga yang semakin mengecil.
Perubahan
ini kemudian dirunut kaitannya dengan penemuan teknologi. Sebagai contoh,
bagaimana cara kita dapat menerangkan melemahnya ikatan kekeluargaan di dalam
keluarga modern? Mula-mula terdapat pengaruh migrasi dari desa ke kota yang
menyebabkan pemisah jarak pisik dan karena itu pemisah dan psikologis. Jadi
melalui proses sebab-akibat berantai, kita sampai pada mesin uap sebagai faktor
penyebab melemahnya ikatan kekeluargaan.
Contoh
upaya klasik adalah studi Linton mengenai sebuah suku madagaskar bernama
betsiko yang berubah dari pertanian ladang ke pertanian sawah. Inovasi
teknologi sederhana ini, yakni penemuan sistem irigasi, menyebabkan perubahan
nyata dalam kehidupan suku itu.
Peranan teknologi dalam perubahan sangat besar, ada
sejumlah factor yang terlibat, diantaranya, yaitu;
1.
Teknologi meningkatkan
alternative kita, dengan inovasi teknologi berarti masyarakat berhadapan dengan
sejumlah besar alternative dan jika ia memilih alternative baru, maka ia
memulai perubahan besar di berbagai bidang.
Bahkan
perubahan teknologi yang sangat kecil pun menimbulkan berbagai akibat berentet
seperti itu. Whyte telah menunjukkan, penciptaan teknik di abad pertengahan
menimbulkan akibat penting di bidang ekonomi dan social eropa.
2.
Teknologi
mempengaruhi perubahan adalah dengan mengubah pola-pola interaksi.
Contoh perubahan tak terelakkan dalam pola interaksi
adalah diperkenalkannya otomatisasi kedalam pabrik mobil, sejumlah faktor
mempengaruhi frekuensi maupun jenis pola interaksi dalam pekerjaan termasuk
jumlah perhatian yang dibutuhkan oleh pekerja, pola ruang para pekerja, jumlah
control terhadap kecepatan bekerja, jumlah kegaduhan, dan jumlah tugas yang
membutuhkan regu kerja.
3.
Teknologi
mempengaruhi perubahan, terletak dalam kecenderungan perkembangan teknologi
menimbulkan masalah social.
Teknologi menciptakan dunia yang sangat rumpil dan
sejumlah masalah baru, yang sebelumnya tak ada atau tak terpecahkan. Masalah
ini sering diselasaikan dengan menerapkanteknologi atau dengan mengembangkan
teknologi baru.
Perhatian
terhadap masalah penyebaran da penerimaan inovasi ini telah mempunyai tradisi
yang panjang dalam antropologi dan sosiologi. Tokoh utamanya ialah sosiolog
Perancis, Gabriel Tarde yang menulis karya tentang “peniruan” di tahun 1890.
Tarde lah orang pertama yang berpendapat bahwa pola penerimaan ide-ide baru
berbentuk kurvalinear dan pembaharu mempunyai cirri kosmopolitanisme. Yang
dimaksud Tarde dengan “peniruan” adalah proses penerimaan inovasi, dan ia
mencoba mengetahui hukum-hukum yang menetukan proses tersebut.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
isi makalah yang telah dijabarkan maka dapat disimpulkan bahwa teknologi adalah
salah satu elemen sosial ekonomi yang memainkan peranan penting dalam
proses modernisasi masyarakat Barat. Ketika gagasan modernitas mengalir ke
masyarakat dunia ketiga, teknologi menjadi prasyarat fundamental demi
terwujudnya sistem sosial ekonomi yang modern di masyarakat tersebut. Oleh
karena itu, berbagai upaya modernisasi masyarakat dunia ketiga mengikutsertakan
program transfer teknologi dalam agenda utama.
Program ini bekerja atas dasar suatu asumsi bahwa teknologi bersifat netral
dan bebas konteks; bahwa teknologi dapat bekerja melintasi batas-batas sosial,
politik, dan kultural sehingga bersifat universal. Jika suatu teknologi dapat
bekerja dengan baik di masyarakat Barat, dia pun akan bekerja dengan baik di
masyarakat mana pun di muka bumi ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar