Rabu, 07 November 2012

makalah teori determinis dan utopia


TUGAS II
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI
“perspektif budaya terhadap teknologi determinisme dan utopia”
Disusun oleh :
Innama Feby Yani
D1E010090
ILMU KOMUNIKASI



JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2012





KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah yang berjudul “Perspektif budaya terhadap teknologi determinisme dan utopia”.
Makalah ini adalah merupakan salah satu tugas mata kuliah  Perkembangan teknologi komunikasi. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.


Bengkulu,  Oktober 2012

Penulis







DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian determinisme teknologi dalam perkembangan teknologi  komunikasi.
2.2  Perkembangan teori Determinisme teknologi dan utopia teknologi terhadap perspektif peradaban manusia.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
Karena teknologi demikian menonjol dan besar pengaruhnya di dunia modern, maka ada kecenderungan menempati posisi ekstrim, suatu posisi yang menyebabkan kebuntuan intelektual. Akibatnya, merintangi pemikiran selanjutnya mengenai kerumpilan perubahan. Veblen dan Ogburn memberikan sumbangan berharga dengan menunjukkan bagaimana cara perubahan teknologi menimbulkan masalah bagi manusia. Tetapi pendapat yang telah dikemukakan mengenai persoalan teknologi dan perubahan nampaknya bersifat sepihak dan mengalahkan diri sendiri : pendapat yang membawa kita kepada kebuntuan.
Kebuntuan pertama bersumber dari pandangan mengenai teknologi sebagai faktor yang sangat mempengaruhi perubahan. Pandangan ini lebih dicerminkan oleh Ogburn ketimbang Veblen, mencoba menerangkan perubahan semata-mata dilihat dari sudut teknologi sebagai kekuatan pendorong. Perubahan juga dapat dihasilkan dari faktor polotik, ekonomi, dan sosial terlepas dari perkembangan teknologi. Di dunia Arab, yang menjadi landasan khaldun dalam menyusun teorinya ; perubahan itu terjadi tanpa perkembangan teknologi yang berarti. Karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa teknologi adalah mekanisme utama perubahan, nampaknya disangkal oleh sejumlah besar bukti historis.
Kebuntuan kedua adalah pandangan tentang teknologi sebagai kekuatan yang berpengaruh tak terelakkan terhadap perubahan. Seperti dinyatakan McLuhan: “setiap teknologi,secara bertahap, menciptakan lingkungan kehidupan manusia yang sama sekali baru”. Menurut pandangan ini, teknologi adalah kekuatan yang sangat besar dan tak terbendung pengaruhnya terhadap perubahan. Dan analisis Whyte tentang sejumlah besar perubahan yang terjadi dalam organisasi sosial sebuah pabrik gelas bersamaan dengan perubahan teknologi yang sangat kecil. Sumber perubahannya adalah gelombang pemasukan generasi pekerja baru yang asal etnisnya berlainan dari asal etnis kelompok pekerja lama. Dengan kesimpulan, perubahan teknologi menyebabkan perubahan ekonomi, sosial dan politik yang sangat besar di satu desa. Tetapi apa yang terjadi di desa lain, menyangkal ide yang menyatakan kuatnya pengaruh teknologi dalam menciptakan perubahan besar; nyatanya, kehidupan sosial dan politiknya pada dasarnya tetap seperti keadaan sebelum terjadinya perubahan teknologi.
Pengaruh menghancurkan yang sama telah dialami berbagai masyarakat primitif yang telah diperkenalkan dengan teknologi modern. Teknologi modern mungkin kecil manfaatnya bagi masyarakat sedang berkembang terutama dilihat dari sudut pandang biaya sosial teknologi itu. Artinya, bagi masyarakat sedang berkembang, penggunaan mesin tak selalu lebih baik daripada penggunaan tenaga manusia.
Kebuntuan keempat adalah ide tentang teknologi sebagai anti kristen. Pandangan ini membawa pandangan ketiga di atas ke titik ekstrim yang berlawwanan. Teknologi adalah sumber kebobrokkan manusia, menyebabkan manusia menjadi lalim, menghambakan diri dab memuja teknologi. Pandangan ini sebagian berasal dari para pemikir seperti Rousseau dan Thorean dan dari ide materialisme mereka, dan sebagian lagi berasal dari pemikir sosialis yang mengkritik penyalahgunaan teknologi oleh masyarakat kapitalis.
Kritik yang lebih keras terhadap masyarakat yang dikuasai teknologi, berasal dari tulisan sastera anti utopia seperti karya Orwell tahun 1984. Di tingkat yang lebih relistis pemikir seperti J.Ellul dan T. Roszak, melancarkan kritik pedas terhadap teknokrat. Ellul melihat manusia modern kehilangan kontrol terhadap nasibnya karena pengaruh teknologi yang merajalela. Jadi manusia telah menjadi budak teknologi yang semula ia kira adalah pembantunya. Manusia telah menciptakansuatu benda aneh dan ditelan oleh ciptaannya sendiri. Dalam proses ini, pola pikir dan perilakunya telah menjadi fenomena yang secara total dibentuk oleh teknologi.
Roszak juga melukiskan gambaran suram peranan teknologi di dunia modern. Ia menyatakan, pemuda Amerika merasa perjuangan utama dunia modern bukanlah tertuju kepada ketidakadilan yang semakin nyata seperti kemiskinan dan perang, tetapi harus ditujukan kepada musuh yang lebih tak kentara dan berbahaya yang disebut teknokrasi. Teknokrasi adalah bentuk tatanan sosial dimana masyarakat industri telah mencapai puncak integrasi organisasinya. Biasanya hanyalah manusia ideal yang memahami jika berbicara mengenai modernisasi, pembaharuan, rasionalisasi dan perencanaan.
Teknologi mendominasi manusia sejauh manusia membolehkan keputusan-keputusannya ditentukan oleh pertimbangan teknologi. Dengan kata lain, teknologi selain anti kristen juga adalah sebagai “juru selamat”. Sejauh manusia mengagung-agungkan teknolgi dan ingin menghambakan diri kepadanya, maka teknologi akan menjadi realitas yang menakutkan.
2.      Rumusan Masalah
1.2 Bagaimana implikasi dari perkembangan teknologi dengan adanya perubahan pada determinisme teknologi?
2.2 Apa saja yang dapat dilakukan terkait penyebaran dan perkembangannya teknologi determinisme dan utopia teknologi?
3.      Tujuan
Untuk mengetahui pola perkembangan dari teknologi komunikasi secara lebih mendetail dan juga membahas bagaimana tingkat perkembangannya selama ini. Agar kita dapat mengetahui seberapa jauh penyebarannya dan perkembangannya.















BAB II
PEMBAHASAN
Teknologi  adalah salah satu elemen sosial ekonomi yang memainkan peranan penting dalam proses modernisasi masyarakat Barat. Ketika gagasan modernitas mengalir ke masyarakat dunia ketiga, teknologi menjadi prasyarat fundamental demi terwujudnya sistem sosial ekonomi yang modern di masyarakat tersebut. Oleh karena itu, berbagai upaya modernisasi masyarakat dunia ketiga mengikutsertakan program transfer teknologi dalam agenda utama.
Program ini bekerja atas dasar suatu asumsi bahwa teknologi bersifat netral dan bebas konteks; bahwa teknologi dapat bekerja melintasi batas-batas sosial, politik, dan kultural sehingga bersifat universal. Jika suatu teknologi dapat bekerja dengan baik di masyarakat Barat, dia pun akan bekerja dengan baik di masyarakat mana pun di muka bumi ini.
Selama puluhan tahun, gagasan transfer teknologi diterima tanpa sikap kritis oleh masyarakat dunia ketiga sebagai suatu keharusan dalam mencapai modernitas yang diinginkan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan teknologi di dunia ketiga tidak tercapai secara optimal. Implikasi program transfer teknologi bahkan memperkuat struktur ketergantungan teknologi dunia ketiga terhadap negara-negara Barat.
Satu karakteristik kuat yang melandasi program transfer teknologi di dunia ketiga adalah determinisme teknologi yang menjadi titik pandang para pengembang teknologi dalam melihat relasi antara teknologi dan masyarakat. Determinisme teknologi berpusat pada kepercayaan bahwa penerapan teknologi Barat di masyarakat dunia ketiga akan memberi stimulus positif bagi bergeraknya sistem sosial menuju ke kondisi modernitas. Titik pandang ini melihat hubungan antara teknologi Barat dan masyarakat dunia ketiga sebagai relasi satu arah; masyarakat dunia ketiga wajib tunduk dan patuh pada sistem teknologi Barat.
Paradigma determinisme teknologi melandasi program-program pengembangan teknologi di dunia ketiga, khususnya di Indonesia ketika B.J. Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Dengan dukungan ekonomi politik dari institusi negara, gagasan transfer teknologi, atau dalam retorika Habibie, perebutan teknologi, diimplementasikan secara naif; masyarakat dijadikan subjek pasif dalam proses pengembangan teknologi.
Determinisme teknologi adalah konsep yang bermasalah karena memberikan perhatian yang begitu serius terhadap pengembangan teknologi tetapi menafikan faktor-faktor sosial yang bekerja ketika suatu masyarakat berinteraksi dengan teknologi tersebut. Keraguan terhadap determinisme teknologi telah dilontarkan oleh beberapa pemikir seperti Merrit Roe Smith, Leo Marx, David Noble, dan Andrew Feenberg karena konsep ini cenderung memaksakan bekerjanya sistem teknologi pada masyarakat yang menghasikan dampak sosial, politik, dan kultural yang sangat serius.
Untuk melihat dengan bijak permasalahan teknologi di dunia ketiga, kita membutuhkan setidaknya tiga pemahaman yang mendalam tentang relasi antara teknologi dan masyarakat. Konsep pertama adalah apa yang disebut oleh sejarawan teknologi Thomas Hughes sebagai sistem teknologi (technological system). Hughes menjelaskan bahwa bekerjanya suatu teknologi dengan baik adalah hasil dari interaksi saling mendukung antara sistem teknikal (technical systems) dan sistem sosial (social systems). Hughes yang mempelajari proses elektrifikasi di Amerika Serikat pada akhir abad 19 mengatakan bahwa dalam bekerjanya suatu sistem teknologi, sistem teknikal dan sistem sosial saling membentuk satu sama lain.
Dengan menggunakan konsep sistem teknologi yang ditawarkan oleh Hughes, kita dapat melihat gagalnya program transfer teknologi di dunia ketiga sebagai akibat tidak bertemunya sistem teknologi Barat dengan sistem sosial masyarakat dunia ketiga. Bagi para penganut determinisme teknologi, sistem sosial masyarakat dunia ketiga-lah yang mestinya didekonstruksi mengikuti sistem teknologi Barat. Argumen ini dilandasi suatu asumsi bahwa teknologi yang dihasilkan oleh negara Barat adalah produk rasionalitas yang sempurna dan sudah teruji kemampuannya dalam memajukan masyarakat Barat.
Pada kenyataannya, mengubah sistem sosial masyarakat dunia ketiga agar sesuai dengan sistem teknologi Barat bukanlah pekerjaan mudah karena adanya inersi yang bekerja dalam sistem sosial. Pemaksaan pengoperasian teknologi Barat di masyarakat dunia ketiga yang tidak kompatibel dengan sistem sosial dunia ketiga pada akhirnya menimbulkan berbagai bencana teknologi (technological disasters). Tragedi Bhopal di India yang menelan ribuan korban adalah salah satu pelajaran penting bagaimana tidak bertemunya sistem sosial masyarakat lokal dengan sistem teknikal teknologi Barat menghasilkan kegagalan dalam pengoperasian teknologi.
Dimensi lain yang patut diperhatikan dalam melihat relasi antara teknologi Barat dan dunia ketiga adalah penggunaan teknologi untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Langdon Winner, seorang pemikir politik teknologi, menjelaskan bahwa agenda politik dapat masuk ke dalam konfigurasi teknologi. Contoh klasik yang ditawarkan oleh Winner adalah Jembatan Long Islands di daerah New York yang di desain oleh Robert Moses. Menurut Winner, Robert Moses dengan sengaja mendesain jembatan dengan begitu rendah agar kaum kelas bawah kulit hitam dan hispanik yang biasanya mengendarai bis kota tidak dapat memasuki daerah tersebut.
Penjelasan Winner tentang muatan politik dalam konfigurasi teknologi membangkitkan daya kritis kita untuk menyadari bahwa teknologi bukanlah suatu entitas yang netral. Sebagai karya manusia yang memiliki ideologi dan kepentingan tertentu, teknologi dapat menjadi media yang efektif bagi praktik hegemoni ideologi dan kepentingan tersebut. Dengan melihat relasi antara teknologi Barat dan masyarakat dunia ketiga kita dapat mengatakan bahwa konfigurasi teknologi Barat yang selama ini diserap oleh dunia ketiga melanggengkan kepentingan-kepentingan Barat di dunia ketiga.
Pemahaman bahwa teknologi dikonstruksi secara sosial membuka pandangan kita bahwa teknologi Barat bukanlah satu-satunya bentuk teknologi yang dapat dibangun oleh peradaban manusia. Teknologi Barat hanyalah salah satu dari sekian banyak alternatif bentuk sistem teknologi yang dapat dibangun oleh manusia sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Pengembangan teknologi yang semata-mata beorientasi pada teknologi Barat justru menyangkal keberagaman sistem sosial dan kreativitas manusia dalam menghasilkan artefak-artefak teknologis yang bermanfaat.
Dalam melihat permasalahan teknologi di dunia ketiga, yang perlu dicermati adalah paradigma transfer teknologi yang menganggap bahwa teknologi dapat diterapkan dengan begitu saja dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Paradigma demikian ingkar pada fakta bahwa teknologi selalu berada dalam konteks sosial, politikal, dan kultural. Walaupun demikian, patut dicatat bahwa mengkritisi penggunaan teknologi Barat dalam masyarakat dunia ketiga bukanlah berarti menolak sama sekali teknologi Barat dan menjadi antiteknologi.
Pada hakikatnya tidak ada satupun kelompok manusia di muka bumi yang dapat lepas dari teknologi, apa pun bentuknya. Teknologi adalah karya manusia dalam menanggulangi keterbatasan-keterbatasan mereka dalam alam. Yang membutuhkan perhatian serius saat ini adalah persoalan bagaimana masyarakat dunia ketiga mampu membangun teknologi yang sesuai dengan sistem sosial dan nilai kultural yang mereka miliki, bukan dengan mengubah sistem sosial dan nilai kultural mereka.
Di sini konsep translasi teknologi (technology translation) yang ditawarkan oleh Joan Fujimura menjadi menarik. Konsep ini lahir dari studi Fujimura terhadap masyarakat Jepang dalam membangun teknologi mereka. Pada prinsipnya suatu teknologi dibangun atas hasil interpretasi manusia terhadap suatu kondisi; teknologi disusun atas makna yang menjadi dasar pengoperasiannya. Oleh karena itu, teknologi dapat dianggap sebagai suatu bahasa yang ketika berpindah dari satu masyarakat ke masyarakat lain mengalami penyelarasan sesuai dengan karakter dan logika berpikir yang digunakan dalam sistem bahasa tersebut.
Menurut Fujimura, keberhasilan pengembangan teknologi di Jepang bukanlah semata-mata karena kemampuan mereka menguasai pengetahuan teknologi Barat, melainkan bersumber dari kemampuan mereka untuk mentranslasi makna-makna yang terkandung dalam sistem teknologi Barat ke dalam sistem sosial dan nilai kultural masyarakat Jepang. Dengan demikian, pengembangan teknologi tidak lagi merujuk semata-mata pada sistem materialitasnya, tetapi lebih pada jaringan sistem sosial dan nilai kultural yang berada di balik semua itu.
Pencetus teori determinisme teknologi ini adalah Marshall McLuhan pada tahun 1962 melalui tulisannya The Guttenberg Galaxy : The Making of Typographic Man. Dasar teori ini adalah perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi  membentuk cara berpikir, berperilaku, dan bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi selanjutnya di dalam kehidupan manusia. Contohnya dari masyarakat yang belum mengenal huruf menjadi masyarakat yang canggih dengan perlatan cetak maupun electronik. Inti determinisme teori yaitu penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi merupakan faktor yang mengubah kebudayaan manusia. Di mana menurut McLuhan, budaya kita dibentuk dari bagaimana cara kita berkomunikasi.
Perubahan pada mode komunikasi membentuk suatu budaya dengan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya
2. perubahan didalam jenis-jenis komunikasi membentuk kehidupan manusia
3. peralatan untuk berkomunikasi mempengaruhi kehidupan kita sendiri
Dengan dilaluinya ketiga tahapan di atas, maka akhirnya peralatan tersebut membentuk atau mempengaruhi kehidupan manusia. Selanjutnya akan terjadi beberapa perubahan besar yang terbagi dalam empat periode/era, yaitu dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini :
Pertama, era kesukuan atau the tribal age. Pada periode ini, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Mengucapkan secara lisan berupa dongeng, cerita, dan sejenisnya.
            Kedua, era tulisan atau the age of literacy. Manusia telah menemukan alfabet atau huruf sehingga tidak lagi mengandalkan lisan, melainkan mengandalkan pada tulisan.
            Ketiga, era cetak atau the print age. Masih ada kesinambungan dengan alfabet, namun lebih meluas manfaatnya karena telah ditemukan mesin cetak.
            Keempat, era elektronik atau the electronic age. Contoh dari teknologi komunikasi yaitu telephon, radio, telegram, film, televisi, komputer, dan internet sehingga manusia seperti hidup dalam global village.
            Teknologi komunikasi yang digunakan dalam media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia atau menurut Em Griffin (2003 : 344) disebut nothing remains untouched by communication technology. Dan dalam perspektif McLuhan, bukan isi yang penting dari suatu media, melainkan media itu sendiri yang lebih penting atau medium is the message.
Determinisme teknologi media massa memunculkan dampak. Media massa mampu membentuk seperti apa manusia. Manusia mau diarahkan pada kehidupan yang lebih baik media massa punya peran. Namun demikian, media massa juga punya andil dalam memperburuk keberadaan manusia itu sendiri.
Solusi agar budaya yang dibentuk di era elektronik ini tetap positif, maka harus disertai dengan perkembangan mental dan spiritual. Diharapkan informasi yang diperoleh dapat diolah oleh pikiran yang jernih sehingga menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang humanis.
Teori ini pada media massa dan kebudayaan, memiliki dua kelemahan pokok yaitu :
1.      Teori ini hanya memandang satu aspek tertentu media yaitu bentuk material atau tekonologi sebagai karakter pokok dan sangat menentukan.
2.      Pandangan teori ini hanya berdasarkan peristiwa historis dan pengalam yang dialami dunia barat.

Determinisme teknologi itu sendiri bukan hal yang baru. Dalam catatan Merritt Roe Smith, paham determinisme teknologi telah muncul sejak awal revolusi industri. Gagasan ini memikat para pemikir era Pencerahan dan semakin tumbuh subur di budaya masyarakat Amerika Utara di mana semangat kemajuan melekat dengan kuat. Determinisme teknologi berangkat dari satu asumsi bahwa teknologi adalah kekuatan kunci dalam mengatur masyarakat. Dalam paham ini struktur sosial dianggap sebagai kondisi yang terbentuk oleh materialitas teknologi. Paham ini begitu dominan dalam masyarakat kontemporer termasuk dalam wilayah akademik.
Ada dua pendekatan yang dilakukan untuk menunjukkan kekuatan memaksa teknologi, pendekatan pertama dilakukan oleh Ogburn dan Nimkoff dalam upaya mereka menerangkan berbagai perubahan dalam kehidupan keluarga. Perubahan dalam keluarga, mula-mula diketahui dengan menggunakan sekelompok ahli, dan kemudian 8 perubahan utama dipilih dari daftar yang disajikan oleh kelompok para ahli, delapan jenis perubahan utama dalam keluarga itu adalah:
1.      Penekanan yang semakin besar terhadap percintaan;
2.      Perkawinan dalam usia yang semakin muda;
3.      Anggota keluarga yang semakin kecil;
4.      Jumlah istri yang bekerja semakin besar;
5.      Kekuasaan orangtua yang semakin berkurang;
6.      Pemberian perhatian terhadap anak semakin besar;
7.      Angka perceraian yang semakin besar; dan
8.      Fungsi keluarga yang semakin mengecil.
Perubahan ini kemudian dirunut kaitannya dengan penemuan teknologi. Sebagai contoh, bagaimana cara kita dapat menerangkan melemahnya ikatan kekeluargaan di dalam keluarga modern? Mula-mula terdapat pengaruh migrasi dari desa ke kota yang menyebabkan pemisah jarak pisik dan karena itu pemisah dan psikologis. Jadi melalui proses sebab-akibat berantai, kita sampai pada mesin uap sebagai faktor penyebab melemahnya ikatan kekeluargaan.
Contoh upaya klasik adalah studi Linton mengenai sebuah suku madagaskar bernama betsiko yang berubah dari pertanian ladang ke pertanian sawah. Inovasi teknologi sederhana ini, yakni penemuan sistem irigasi, menyebabkan perubahan nyata dalam kehidupan suku itu.
Peranan teknologi dalam perubahan sangat besar, ada sejumlah factor yang terlibat, diantaranya, yaitu;
1.      Teknologi meningkatkan alternative kita, dengan inovasi teknologi berarti masyarakat berhadapan dengan sejumlah besar alternative dan jika ia memilih alternative baru, maka ia memulai perubahan besar di berbagai bidang.
Bahkan perubahan teknologi yang sangat kecil pun menimbulkan berbagai akibat berentet seperti itu. Whyte telah menunjukkan, penciptaan teknik di abad pertengahan menimbulkan akibat penting di bidang ekonomi dan social eropa.
2.      Teknologi mempengaruhi perubahan adalah dengan mengubah pola-pola interaksi.
Contoh perubahan tak terelakkan dalam pola interaksi adalah diperkenalkannya otomatisasi kedalam pabrik mobil, sejumlah faktor mempengaruhi frekuensi maupun jenis pola interaksi dalam pekerjaan termasuk jumlah perhatian yang dibutuhkan oleh pekerja, pola ruang para pekerja, jumlah control terhadap kecepatan bekerja, jumlah kegaduhan, dan jumlah tugas yang membutuhkan regu kerja.
3.      Teknologi mempengaruhi perubahan, terletak dalam kecenderungan perkembangan teknologi menimbulkan masalah social.
Teknologi menciptakan dunia yang sangat rumpil dan sejumlah masalah baru, yang sebelumnya tak ada atau tak terpecahkan. Masalah ini sering diselasaikan dengan menerapkanteknologi atau dengan mengembangkan teknologi baru.
Perhatian terhadap masalah penyebaran da penerimaan inovasi ini telah mempunyai tradisi yang panjang dalam antropologi dan sosiologi. Tokoh utamanya ialah sosiolog Perancis, Gabriel Tarde yang menulis karya tentang “peniruan” di tahun 1890. Tarde lah orang pertama yang berpendapat bahwa pola penerimaan ide-ide baru berbentuk kurvalinear dan pembaharu mempunyai cirri kosmopolitanisme. Yang dimaksud Tarde dengan “peniruan” adalah proses penerimaan inovasi, dan ia mencoba mengetahui hukum-hukum yang menetukan proses tersebut.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari isi makalah yang telah dijabarkan maka dapat disimpulkan bahwa teknologi adalah salah satu elemen sosial ekonomi yang memainkan peranan penting dalam proses modernisasi masyarakat Barat. Ketika gagasan modernitas mengalir ke masyarakat dunia ketiga, teknologi menjadi prasyarat fundamental demi terwujudnya sistem sosial ekonomi yang modern di masyarakat tersebut. Oleh karena itu, berbagai upaya modernisasi masyarakat dunia ketiga mengikutsertakan program transfer teknologi dalam agenda utama.
Program ini bekerja atas dasar suatu asumsi bahwa teknologi bersifat netral dan bebas konteks; bahwa teknologi dapat bekerja melintasi batas-batas sosial, politik, dan kultural sehingga bersifat universal. Jika suatu teknologi dapat bekerja dengan baik di masyarakat Barat, dia pun akan bekerja dengan baik di masyarakat mana pun di muka bumi ini.














DAFTAR PUSTAKA





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar